Uji Nyali Menikmat Rajungan Remason yang Super Pedas di Tuban

Posted on

Mereka yang bisa makan pedas tanpa berpeluh dan keluar air mata, dianggap memiliki selera pemberani. Contohnya pada sajian Rajungan Remason ini.

Salah satu ciri masyarakat kota-kota pesisir adalah karakternya yang kuat. Lingkungan pantai yang panas dan kehidupan laut yang keras turut mengasah spirit merema sebagai petualang dan pemberani. Termasuk di Tuban.

Kota di pantai utara Jawa Timur ini pernah jadi tempat pemberangkatan pasukan perang Kerajaan Singosari ke Melayu pada 1275. Jejak keberanian itu barangkali turut mewarnai rasa menu makanan khas Tuban: Rajungan Remason.

Saya dan keluarga sempat singgah ke RM Rajungan Manunggal Jaya di Jl. Manunggal No.100 yang cukup legendaris, pekan lalu. Konon warung yang dikelola Ibu Suartih ini sudah berdiri sejak 1985.

Sebetulnya yang juga banyak direkomendasikan adalah ‘Warung Mbak Narti’ yang lokasinya masih di Jalan Manunggal. Sayang, ketika kami ke situ tutup.

Harga seporsi rajungan remason (isi 3 rajungan) sekitar Rp 200-an ribu menjadi tak masalah. Maklum kami ditraktir teman sekolah. Lokasi RM Rajungan Manunggal tak jauh dari Pantai Kelapa. Atau persis di depan SMA 3 Tuban. Warung ini dapat menampung sampai 100-an orang.

‘Kepiting’ rajungan dikukus, bukan direbus. Setelah matang dimasukkan ke dalam kuah bumbu kari yang berkilau, dengan tingkat kepedasan pada level ‘stadium lanjut’. Karena kepedasannya yang super dan khas, campuran cabe dan merica, diberi nama rajungan remason. Mengadopsi merk balsem gosok yang panas: Rheumason.

Ada yang menyebut rajungan remason sebagai menu pemberani. Menyantap kuliner khas Tuban ini jadi semacam uji nyali dan daya tahan. Mereka yang bisa menyantap makanan sampai tandas, rajungan dan kuahnya, tanpa berpeluh dan keluar air mata, dianggap memiliki selera pemberani.

Yang ekstrem dan nekat adalah bila menu itu dipisah: rajungan dan kuah balsem. Rajungannya dimakan duluan, kuah balsem (bukan masakan kari) diseruput belakangan.

Lantas, siapa di antara kami yang tak berpeluh dan tak keluar air mata? Saya tak terlalu peduli, saking asyiknya menikmati menu para pemberani ini, ha-ha-ha..

Penulis merupakan penyuka kuliner dan penulis lepas yang tinggal di Bandung.

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi