Pelanggan perlu hati-hati ketika makan di restoran. Sebab, beberapa restoran menerapkan trik psikologis untuk memanipulasi pelanggan supaya pesan lebih banyak menu.
Pengalaman makan di restoran lebih istimewa karena pelanggan hanya perlu duduk manis, pesan, dan menunggu makanan datang. Pelanggan juga bisa merasakan kepuasan lebih besar ketika makanan yang mereka nikmati punya cita rasa lezat dan sepadan dengan harganya.
Namun pelanggan juga perlu waspada saat makan di restoran, terutama dengan tagihan makan mereka. Pasalnya, menurut pakar marketing (pemasaran) banyak tempat makan melakukan serangkaian trik cerdik untuk mendorong pelanggan mengeluarkan lebih banyak uang tanpa disadari.
Melalui unggahan video di akun @everupmarketing, pakar bernama Basia mengunggah terkait bagaimana restoran memanipulasi pelanggan dengan trik psikologi.
Ia mengungkap, “Karousel ini menguraikan trik psikologis yang digunakan restoran untuk membuat Anda makan lebih cepat, memesan lebih banyak, dan merasa senang saat membayar lebih.”
Beberapa restoran memang diketahui sering menggunakan ‘psychological pricing’ atau ‘menu engineering’, berupa strategi psikologis untuk mendorong pelanggan membeli lebih banyak atau memilih menu yang lebih menguntungkan bagi restoran.
Strategi tersebut mungkin sah-sah saja, tetapi pakar Basia menyarankan agar pemilik usaha menerapkannya secara etis. Ia juga membeberkan strategi yang sering dilakukan oleh restoran supaya pelanggan lebih waspada.
Dilansir dari thesun.co.uk pada Kamis, (25/9/2025), berikut 5 strategi psikologis yang biasa dilakukan oleh restoran untuk membuat tagihan makan pelanggan lebih banyak.
Beberapa restoran memilih untuk tidak mencantumkan harga maupun simbol mata uang di buku menu mereka supaya pelanggan tidak terpatok dengan harga dan bisa menghabiskan lebih banyak uang.
Basia mengungkap, “Mereka menghilangkan simbol mata uang sehingga otak Anda lupa kalau itu adalah uang.”
Menurut pakar ini, menu yang tercantum tanpa simbol mata uang membuat pelanggan merasa seperti tidak menghabiskan uang sungguhan.
Tidak sekadar menu, tata letak meja juga bisa membuat pelanggan terkena trik psikologi ini.
Misalnya bagian bar atau stan yang mendorong pelanggan berlama-lama sehingga menghabiskan lebih banyak uang seiring waktu. Di sisi lain penggunaan lampu terang dan musik keras juga membantu memberikan restoran perputaran cepat untuk melayani lebih banyak pelanggan.
Poin lainnya yang disorot oleh Basia adalah menu pendamping.
Basia mengklaim “Restoran seringkali mendorong pelanggan memesan menu pendamping secara terpisah, lalu menawarkan pelanggan menu komplet setelahnya.”
Menu pendamping biasanya dijual dengan harga lebih murah daripada menu utama. Karena terlihat ‘murah’ pelanggan jadinya tidak ragu menambah menu tersebut. Namun kalau pelanggan menambahkan menu pendamping dalam jumlah banyak, hal tersebut nantinya tetap akan meningkatkan tagihan pelanggan secara signifikan.
Restoran juga seringkali menempatkan menu pendamping di samping atau bawah menu utama. Lalu melabeli sebagai ‘rekomendasi chef’ supaya pelanggan merasa menu tersebut adalah pelengkap yang wajib dipesan.
Trik lain yang dilakukan restoran menurut para ahli adalah menggunakan bahan-bahan sudah kedaluwarsa sebagai hidangan spesial.
Alih-alih memberi hidangan yang benar-benar khusus, mereka justru memanfaatkan bahan kedaluwarsa untuk mencegah kerugian.
Meskipun begitu, beberapa chef membantah hal ini. Mereka mengungkap kalai beberapa restoran memang sudah merencanakan terlebih dahulu menu spesial mereka.
Beberapa tempat makan menyediakan roti gratis di meja untuk membantu meningkatkan kepuasan pelanggan.
Roti ini seolah membuat pelanggan lebih diperhatikan. Akhirnya pelanggan merasa harus ada timbal balik dari makanan gratis tersebut sehingga mendorong pelanggan memesan lebih banyak makanan.
Pemberian roti atau camilan gratis ini juga memberikan suasana positif sejak awal. Suasana hati pelanggan menjadi lebih baik. Biasanya hal tersebut cenderung mendorong orang membelanjakan uang lebih banyak.
1. Tidak tertera harga dan simbol mata uang
2. Tata letak meja
3. Menu pendamping
4. Menu spesial
5. Roti gratis
Poin lainnya yang disorot oleh Basia adalah menu pendamping.
Basia mengklaim “Restoran seringkali mendorong pelanggan memesan menu pendamping secara terpisah, lalu menawarkan pelanggan menu komplet setelahnya.”
Menu pendamping biasanya dijual dengan harga lebih murah daripada menu utama. Karena terlihat ‘murah’ pelanggan jadinya tidak ragu menambah menu tersebut. Namun kalau pelanggan menambahkan menu pendamping dalam jumlah banyak, hal tersebut nantinya tetap akan meningkatkan tagihan pelanggan secara signifikan.
Restoran juga seringkali menempatkan menu pendamping di samping atau bawah menu utama. Lalu melabeli sebagai ‘rekomendasi chef’ supaya pelanggan merasa menu tersebut adalah pelengkap yang wajib dipesan.
Trik lain yang dilakukan restoran menurut para ahli adalah menggunakan bahan-bahan sudah kedaluwarsa sebagai hidangan spesial.
Alih-alih memberi hidangan yang benar-benar khusus, mereka justru memanfaatkan bahan kedaluwarsa untuk mencegah kerugian.
Meskipun begitu, beberapa chef membantah hal ini. Mereka mengungkap kalai beberapa restoran memang sudah merencanakan terlebih dahulu menu spesial mereka.
Beberapa tempat makan menyediakan roti gratis di meja untuk membantu meningkatkan kepuasan pelanggan.
Roti ini seolah membuat pelanggan lebih diperhatikan. Akhirnya pelanggan merasa harus ada timbal balik dari makanan gratis tersebut sehingga mendorong pelanggan memesan lebih banyak makanan.
Pemberian roti atau camilan gratis ini juga memberikan suasana positif sejak awal. Suasana hati pelanggan menjadi lebih baik. Biasanya hal tersebut cenderung mendorong orang membelanjakan uang lebih banyak.