Di Desa Cigedug, Garut ada pabrik teh rumahan yang masih bertahan sejak tahun 1919. Proses pembuatan teh di sini unik karena daun teh perlu diinjak-injak (kejek) untuk menghasilkan produk teh yang populer disebut sebagai teh kejek.
Teh kejek merupakan teh asli Indonesia, tepatnya dari Desa Cigedug, Garut. Nama ‘kejek’ disematkan dari bahasa Sunda yang berarti ‘diinjak’ atau ‘menginjak’. Hal ini lantaran proses unik pembuatan teh kejek yang diinjak dan hanya dapat ditemui di sini.
Daun teh awalnya disangrai hingga agak layu di atas tungku api, kemudian ditaruh di sebuah slot untuk diinjak-injak menggunakan kaki beralas sepatu plastik yang bersih. Hal ini dijelaskan Reza Tjahjono dan Raihan Tjahjono, pencinta teh sekaligus pemilik Teanology dalam kelas teh (25/5/2025) di Teanology Tea House BSD.
Raihan menjelaskan, proses menginjak daun teh bertujuan mengeluarkan minyak esensial yang terkandung di dalamnya. Alhasil teh kejek punya rasa unik yang gurih.
Raihan dan Reza mengunjungi Desa Cigedug pada Desember 2024 untuk bertemu satu-satunya produsen teh kejek yang masih ada di Desa Cigedug yaitu Pak Oos. Beliau merupakan generasi ketiga pengelola pabrik teh yang ada sejak tahun 1919.
Meski namanya pabrik, tapi skala tempat produksi teh di sini sejatinya kecil karena berbasis rumahan. Diceritakan Raihan dan Reza, warga sekitar bahkan masih banyak yang belum tahu kalau ada pabrik teh di wilayah mereka.
“Pabriknya bentuknya rumahan. Yang tahu ada pabrik teh ini hanya segelintir orang,” kata Raihan. Keberadaan pabrik teh ini sempat terancam ketika masa pendudukan Jepang di Indonesia.
“Saat itu beberapa orang mencoba cara baru memproses teh (dengan cara diinjak). Namun banyak pabrik yang usahanya dihentikan Jepang. Akhirnya, dari sekitar 250 pabrik yang proses bikin tehnya dikejek alias diinjak, sekarang tinggal pabrik punya Pak Oos saja yang bertahan,” ujar Raihan.
Pak Oos mengatakan tidak bisa lagi hanya menggunakan daun dan kuncup muda seperti dulu. Sebagai gantinya, ia kini memasukkan batang ke dalam proses pembuatan teh. Hal ini karena lahan perkebunan teh menurun. Banyak warga sekitar mengalihfungsikan lahannya untuk ditanami sayuran karena dianggap lebih menguntungkan.
Teh kejek disebut termasuk golongan teh hijau, tapi menurut Raihan dan Reza, teh ini lebih cocok disebut ke oolong jika melihat prosesnya. “Pada proses pembuatan teh oolong, daun teh yang sudah cukup kering akan diayak, kemudian teh dibenturin satu sama lain agar keluar enzimnya. Proses ini mirip kejek,” kata Rihan.
Uniknya, proses kejek membuat teh ini punya rasa unik yaitu gurih dan umami. Aromanya cenderung smoky. Paduan rasa dan aroma ini mengingatkan kami akan rasa sup miso saat menyesap teh kejek.
Di balik keistimewaan pembuatan dan cita rasa teh kejek, ada hal menarik yang ditemukan Raihan dan Reza dari sosok Pak Oos.
“Beliau kaget mengetahui kalau ternyata ada yang mau beli teh dengan harga mahal. Teh kejek buatannya hanya dijual sekitar Rp 60 ribu per kilogram. Sedangkan rata-rata artisan tea yang kita pakai untuk bahan dasar mocktail bisa Rp 700 ribu per kilogram,” tutup Raihan.