Kreasi dan inovasi menjadi salah satu kunci dalam bisnis kuliner. Kesadaran itulah yang melekat dalam diri Lim Diana dan sahabatnya asal Korea, In Woo. Keduanya sama-sama rujak lovers. Bedanya, In Woo baru menggemari rujak setelah ‘dicekoki’ ibu mertuanya beberapa waktu lalu.
“Saya bisa makan tanpa rasa bersalah karena rujak itu sesuatu yang sehat,” ujar In Woo yang sudah lebih dari lima tahun tinggal di Indonesia.
Saat pertama kali membuka Kedai Roejak 33 pada November 2024, menurut Diana, menu yang ditawarkan masih standar, yakni rujak ulek, bebek/tumbuk, rujak cireng, dan rujak pisang goreng.
Memasuki bulan ke empat, ia terpikir untuk mencoba sesuatu yang baru. Bila selama ini rujak dengan butiran kasar kacang tanah sudah terasa gurih-maknyus, apalagi ditaburi dengan kacang mede.
“Eh, ternyata banyak yang suka karena memang jadi beda sensasinya. Harga jualnya tentu kami bikin lebih mahal Rp 10 ribu,” kata Diana.
Berikutnya, ia dan In Woo melakukan eksperimen mencampurkan bumbu rujak ke dalam es krim seperti affogato. Dalam Bahasa Italia, ‘Affogato’ berarti ‘tenggelam’, menggambarkan bagaimana es krim tampak seolah-olah tenggelam dalam kopi.
Dalam hidangan penutup ala Italia, affogato terdiri dari satu atau dua skop gelato (biasanya rasa vanilla atau fiordilatte) yang disiram dengan espresso. Nah, rujak affogato ala Diana dan In Woo ini pun kurang lebih demikian.
Es krim vanilla disiram bumbu rujak dengan pecahan kacang tanah, lalu disiram kembali dengan espresso. Rasanya?
“Ternyata kopi, es krim vanilla sama sambel rujak masih match dan unik. Seru makannya karena pecahan kacang tanahnya juga terasa banget,” kata Nareswari yang sengaja datang dari Rawamangun, bersama dua temannya, Gabriella dan Odi.
Pada suapan pertama, ia menambahkan, bumbu rujak dan kacang masih terasa dominan ketimbang kopinya. Rasa terasi pun seperti tak muncul karena mungkin porsinya sangat sedikit. “Udah gitu rasa sama teksturnya mirip-mirip karamel/aren. Kemudian mulai terasa deh pedes dari cabenya. Pas mau ditelan baru terasa kopinya,” imbuh alumnus jurusan Public Relations – Universitas Negeri Jakarta itu.
Sukses dengan racikan rujak affogato, Diana mengaku tengah melakukan eksperiman menu rujak matcha. Ia mengaku eksperimen ini karena mengikuti tren di kalangan anak-anak muda saat ini. “Sekarang kan matcha lagi hype banget ya, jadi apa salahnya kami juga coba memadukannya dengan bumbu rujak,” ujarnya.
Soal kapan menu baru itu akan dikeluarkan, ia belum memastikan. Sebagai ilustrasi, sebelum benar-benar memutuskan membuka kedai Diana mengaku sampai 20 kali melakukan uji coba rajikan bumbu rujak yang dirasa pas. Apalagi semua dikerjakan secara manual tanpa bantuan mesin penggiling seperti blender.
“Tetap beda lo meracik bumbu menggunakan blender. Kalau ngulek atau menumbuk langsung itu ada sentuhan emosi yang membuat rujak terasa lebih nikmat,” ujar Diana yang mempekerjakan tujuh pegawai bagian dapur, kasir, hingga staf yang berhubungan langsung dengan pengunjung.