Nyesel habis makan banyak bikin sebagian orang tergoda untuk mengatasinya dengan cara ekstrem agar kembali ke jalur sehat. Namun, begini pendapat ahli gizi.
Sengaja melewatkan waktu makan, diet ekstrem, atau detoks tubuh dilakukan beberapa orang untuk ‘menebus dosa’ mereka usai makan banyak. Namun menurut ahli gizi asal California, Victoria Whittington, langkah tersebut justru tidak disarankan. Ia menegaskan bahwa mengurangi makan secara drastis setelah makan berlebihan hanya memperpanjang siklus makan tidak sehat.
“Orang-orang harus fokus mengembalikan rutinitas pola makan normal dan fokus pada pola makan bergizi seimbang,” ujarnya seperti dilansir dari DailyMail UK (01/12/2025).
Pendekatan ini sejalan dengan penelitian perilaku nutrisi yang sejak lama menunjukkan bahwa pembatasan makan setelah overeating (makan berlebihan) justru meningkatkan peluang terjadinya binge eating (makan berlebihan tak terkontrol) di kemudian hari.
Konsep ‘dietary restraint’ yang dijelaskan peneliti Janet Polivy dan Peter Herman pada 2002, menegaskan bahwa upaya mengontrol makan secara ketat dan ekstrem justru membuat seseorang lebih terobsesi dengan makanan dan rentan mengalami kehilangan kendali ketika stres atau menghadapi godaan kecil.
Karena itu, Whittington menyarankan orang-orang memulai hari berikutnya dengan sarapan kaya protein dan serat guna menstabilkan gula darah. Saran tersebut sesuai dengan saran dari temuan penelitian American Journal of Clinical Nutrition pada 2013. Peneliti mengungkap bahwa sarapan tinggi protein dapat menekan keinginan ngemil di malam hari.
Penelitian lain dalam jurnal itu juga menjelaskan asupan serat membantu mengendalikan lonjakan glukosa setelah makan dan menjaga rasa kenyang lebih lama.
Sayangnya, sebagian orang sering memilih melewatkan makan sebagai bentuk kompensasi karena sudah makan banyak di hari sebelumnya.
Faktanya, riset dalam Obesity dan The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, mengungkap kalau melewatkan makan justru meningkatkan hormon ghrelin yang memicu rasa lapar berlebih, sehingga risiko overeating meningkat. Karena itu, konsistensi pola makan dinilai jauh lebih penting daripada tindakan ekstrem.
Selain menjaga pola makan, pergerakan ringan dan hidrasi juga dianjurkan. Aktivitas fisik ringan dapat membantu tubuh mengelola glukosa lebih efisien. Sementara hidrasi yang cukup yaitu dengan banyak minum air putih dapat membantu tubuh mengurangi rasa lesu pada tubuh.
Terakhir yang tak kalah penting adalah kontrol pada diri sendiri. Penelitian dari Kristin Neff serta Adams dan Leary menunjukkan bahwa ‘self-compassion’ berperan besar dalam mengurangi binge eating saat makan dan meningkatkan regulasi emosi.
Whittington menekankan pentingnya memahami kebutuhan diri alih-alih menghukum diri karena makan tak sehat atau makan berlebihan.
“Pada akhirnya, makan berlebihan sesekali adalah hal wajar selama tidak dilakukan terus menerus,” pungkasnya.






