Tren matcha kini berkembang pesat, terbukti dari banyaknya penikmat matcha serta hadirnya banyak kafe spesialis matcha. Menilik sejarahnya, matcha ternyata sudah ada sejak ribuan tahun lalu dan dikonsumsi para samurai.
Setelah kopi dan beragam kreasinya, sekarang matcha bisa dibilang tengah menjadi tren yang digandrungi foodies. Bubuk teh hijau Jepang ini bisa diolah jadi minuman maupun bahan campuran cake hingga pastry.
Banyak foodies pun mulai melihat dan mengonsumsi matcha lebih serius. Artinya matcha tak sekadar diseduh untuk langsung dinikmati, tapi juga dipelajari asal-usulnya, jenisnya, profil rasanya, hingga kreasi inovatif yang bisa dibuat dari jenis teh hijau Jepang ini.
Kepada infoFood (25/6), Reza Tjahjono dan Raihan Tjahjono dari Teanology mengungkap asal-usul matcha. Matcha disebut terinspirasi dari kreasi teh di China.
Di negeri Tirai Bambu, sebuah catatan menunjukkan kehadiran teh yang digiling sudah ada sejak tahun 1100. Proses menggiling teh asal China inilah yang disebut-sebut menginspirasi pembuatan matcha dI Jepang.
“Penyebaran matcha di Jepang itu kan bersamaan dengan penyebaran agama Buddha. Pada abad ke-12, ada seorang zen Buddhis yang akhirnya mempopulerkan matcha sebagai minuman untuk ritual,” kata kakak-beardik pemilik tea house Teanology di BSD ini.
Menariknya lagi, ketika zaman perang, matcha konon menjadi minuman ritual para samurai. Menurut Reza dan Raihan, matcha dipilih lantaran bisa meningkatkan energi sekaligus fokus yang memang diperlukan saat berperang.
Kemudian sekitar abad ke-16, petani Jepang mulai mengembangkan teknik menanam teh di tempat teduh dengan naungan, yang merupakan teknik khusus untuk produksi matcha. Tujuannya menghasilkan kandungan klorofil yang lebih banyak pada daun teh, serta rasa yang lebih kaya.
Matcha bahkan tak hanya jadi minuman sehari-hari, tapi juga bagian penting dari upacara minum teh khas Jepang yang dikenal bernama chanoyu. Matcha memiliki peran kunci di sini.
Menyoal definisinya, matcha adalah teh hijau yang melalui proses ‘shading’ dalam penanamannya. Tanaman akan tumbuh di bawah naungan selama setidaknya 20 hari, jelas Raihan.
Selanjutnya daun teh dipetik untuk diambil daging daunnya saja, disisihkan dari bagian tulangnya. “Jadi kayak sedikit dicacah, kemudian dikasih listrik statis untuk disortir. Nanti dari daging daun tehnya ini, bakal digiling sama batu sampai jadi halus banget,” lanjut Raihan.
Proses produksi dan pengolahan yang memakan waktu inilah yang kemudian membuat matcha terkenal berharga mahal. Apalagi jika dinikmati dalam kualitas untuk upacara (ceremonial grade), bukan yang kualitasnya untuk penggunaan kuliner (culinary grade).
Pada ulasan pekan ini, infoFood bakal membahas serba-serbi matcha. Salah satunya mengenai keistimewaan matcha dibanding jenis teh hijau lain, seperti sencha dan hojicha.
Kemudian kami juga akan mengungkap alat dan perlengkapan apa saja yang dibutuhkan untuk membuat matcha berkualitas, tips membuat matcha latte ala rumahan, hingga serba-serbi konsumsi matcha yang harus diperhatikan.
Hal terakhir penting dibahas mengingat beberapa waktu lalu ada kasus overdosis matcha. Hal ini terjadi karena seorang wanita mengonsumsi matcha berlebihan.
Tentunya tidak ketinggalan, informasi soal kreasi minuman matcha modern, seperti matcha mocktail dan dirty matcha yang kini banyak dibuat di kafe-kafe. Juga tempat menikmati matcha secara omakase yang menghadirkan pengalaman lebih personal.
Pastikan pantau terus infofood untuk tahu informasi lengkap soal matcha dan tren terbarunya!