Cara asik mengenali budaya suatu bangsa tanpa harus mengunjungi langsung adalah melalui makanan. Samim Zarin melakukan itu melalui Kafe Stockholm Syndrome
Sejauh ini sebagian dari kita mungkin hanya mengenal Swedia dari sejumlah brand yang sohor di dunia. Ada Volvo dan Scania (otomotif), IKEA (perabotan rumah tangga), H&M (Hennes & Mauritz) untuk ritel, hingga Spotify (aplikasi musik). Atau Sven-Goran Eriksson yang beken sebagai pelatih klub-klub sepak bola di Eropa, dan Roxette (Per Gessle dan Marie Fredriksson) yang punya beberapa lagu hits seperti, ‘It Must Have Been Love’, ‘Spending My Time’, dan ‘Listen to Your Heart’.
Namun untuk kuliner, salah satu negara skandinavia itu belum punya menu yang mendunia. Berangkat dari situlah, Samim Zarin akhirnya menekuni usaha kuliner Swedia di Bogor. Bersama sang istri, Imelda Aprilia, mereka membuka kafe Stockholm Syndrome di Jalan Pulo Armin 15 sejak awal Februari 2019.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
“Kami membuat kafe ini untuk mengenalkan makanan dan budaya Swedia melalui resep keluarga yang sudah disesuaikan dengan Indonesia,” kata Samim saat berbincang dengan infoFood, Rabu (9/7/2025).
Sebagai negara dengan empat musim, kafe ini memperkenalkan menu-menu sesuai musim yang tengah berlangsung di Swedia. Ketika kemarin kami memesan Semla, misalnya, kafe ini tak memenuhinya karena roti jenis itu biasanya cuma dibuat pada musim dingin, Januari – Maret.
Akhirnya siang itu kami memilih Kanelbullar (Cinnamon Rolls), Swedish Pancake, plus Es Capuccino dan Es Kopi Stockholm. Khusus pancake teksturnya lembab, tidak kering, dan lembut. Di atasnya ditaburi gula halus dan whipped cream. Rasanya manis sedikit asam ketika diolesi dengan selai strawberry dan tambahan es krim vanilla.
Untuk kopi, Stockholm Syndrome menggunakan jenis robusta Indonesia dipadu dengan susu. Aromanya wangi dan rasanya nikmat.
Di luar yang kami pesan, tercatat ada Swedish Meatballs, Pasta From The Ocean, Chocolate Ball. Swedish Meatball dibuat dengan mashed potato yang lembut dengan paduan saus krim. Rasanya gurih dan creamy!
Menu lainnya berupa Chicken and Waffle yang terinspirasi saat Samim dan Imelda menyaksikan acara Master Chef di stasiun televisi di Jepang.
“Aduh itu bikin ngiler banget lihatnya waktu itu, cuma kami gak punya waktu untuk coba ikut membuatnya. Pas punya kafe ini lah kami eskplor, bikin eksperimen macam-macam menu, salah satunya Chicken Waffle,” tutur Imelda.
Samim dan Imelda berkenalan ketika keduanya tengah kuliah di Pulau Kyushu, Jepang. Samim yang telah meraih gelar Sarjana Ekonomi di Swedia pada 2012, hijrah ke Fukuoka untuk belajar budaya dan bahasa Jepang. Imelda kala itu tengah belajar tentang hospitality (perhotelan) di Beppu. “Kami pacaran mulai 2014, dan menikah 2016 di Bogor,” kata Samim.
Sejatinya, ia melanjutkan, Indonesia dan Swedia memiliki budaya “ngopi” yang mirip! Di Swedia, kopi sudah mendarah daging dalam budaya dengan tradisi “Fika”. Dalam Bahasa Swedia, fika berarti “rehat kopi” atau “coffee break” yang lebih dari sekadar minum kopi.
Fika adalah tradisi istirahat sejenak untuk bersosialisasi, bersantai, dan menikmati minuman (biasanya kopi atau teh) dan camilan (seperti kue atau roti).
Swedia, tulis goodstats.id pada Juni 2023, menempati peringkat keenam di Eropa dengan volume konsumsi kopi sebanyak 8,2 kg/18 lbs per kapita. Jika dirata-rata, penduduk Swedia mengonsumsi sebanyak 1,8 cangkir kopi tiap harinya.
Sebelum memutuskan membuka kafe, Samim dan Imelda beberapa tahun membantu usaha Food and Beverages milik orang tuanya di Bogor. Keduanya juga suka melancong dan kulineran ke kota-kota lain seperti Bali, Jogja, dan Bandung.
“Kami menikmati dan mempelajari menu-menu khas tiap kota. Juga mengamati bagaimana para pengusaha kuliner itu bisa eksis,” ujar Samim.
Dari semua perjalanan dan pelajaran membantu usaha orang tuanya, makin tumbuh keyakinan bahwa dirinya juga pasti bisa seperti tumbuh dan bertahan seperti mereka. Tentu tidak berambisi menjadi yang sempurna, terbesar, tapi setidaknya usaha ini milik sendiri.
“Tempat ini bukan cuma kafe atau bisnis, tapi juga mimpi yang jadi nyata. Yang dapat saya dan istri wujudkan di Indonesia. Ini langkah kecil saya yang paling besar,” ujarnya.
Belum genap memasuki tahun kedua, pandemi Covid-19 menerjang tanpa bisa diprediksi akhirnya. Kondisi ini sangat menantang Samim dan Imelda, untuk mengerahkan segenap daya untuk bertahan. Salah satu solusinya adalah melayani pesanan via online alias menerima pre order.
“Setiap pagi dia nyetir sendiri ke Panglima Polim, Jakarta Selatan membawa semua pesanan. Dari situ didistribusikan via ojek online,” imbuh Imelda.
Ketekunan keduanya teruji sudah. Selain mampu bertahan di tengah gempuran berbagai kafe dan rumah makan yang lebih besar dan gemerlap, sejak dua bulan lalu, Stockholm Syndrome membuka outlet mini di area padel sport, Olympusprime, Pluit, Jakarta Utara.
“Salah satu kunci bisnis kuliner itu tak cuma di rasa, tapi juga memadukan kecepatan dan keramahan kepada konsumen kita,” kata Samim.