Kasus Ayam Goreng Widuran Solo Nonhalal Mendapat Sorotan dari Muhammadiyah dan PBNU

Posted on

Kasus Ayam Goreng Widuran Solo nonhalal mendapat sorotan dari Muhammadiyah dan PBNU. Kedua perwakilan organisasi Islam ini mendesak agar dilakukan proses hukum.

Berdiri sejak 1973, rumah makan Ayam Goreng Widuran di Solo baru ketahuan menyajikan menu nonhalal. Kremesan yang dipakai pada ayam goreng di sini diolah bersama minyak babi.

Banyak pelanggan muslim yang pernah atau sering menyantap Ayam Goreng Widuran pun merasa kecewa. Mereka tak tahu atau tak diberi tahu oleh pegawai jika menu di sana nonhalal.

Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan PBNU ikut berkomentar atas ramainya kasus ini. Kedua perwakilannya sepakat bahwa apa yang dilakukan pemilik atau manajemen rumah makan Ayam Goreng Widuran, tak ubahnya pembohongan pada publik.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas menyayangkan pihak pengelola rumah makan tidak berterus terang mencantumkan status nonhalal terhadap produk ayam goreng padahal sudah berjalan 50 tahun lebih. Sementara, menurut dia, penerapan label nonhalal baru dilakukan baru-baru ini setelah kisahnya viral.

“Kita tentu saja sangat menyayangkan sikap dari pihak pengelola restoran karena mereka sudah berjualan 52 tahun lamanya, tapi mengapa mereka tidak membuat keterangan yang secara eksplisit mencantumkan status tidak halal di outlet maupun di platform daring mereka,” ujar Anwar.

“Menurut informasi yang ada, label nonhalal yang terdapat di outlet dan di media sosial yang mereka miliki sekarang ini baru mereka cantumkan dalam beberapa hari terakhir setelah maraknya protes dari warga masyarakat,” imbuhnya.

Pihaknya pun mendesak agar permasalahan Ayam Goreng Widuran nonhalal diproses hukum demi melindungi umat Islam.

“Untuk itu, bagi terciptanya ketertiban, keadilan, dan kemaslahatan dalam masyarakat dan untuk terjaminnya kepastian hukum serta bagi terlindunginya hak-hak individu terutama umat Islam yang itu dilindungi oleh undang-undang, maka pihak penegak hukum harus memproses kasus Ayam Goreng Widuran tersebut sebagaimana mestinya,” kata Anwar Abbas kepada wartawan, Rabu (28/5/2025).

Sementara itu Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur mengaku sedih atas kasus Ayam Goreng Widuran di Solo yang viral ketahuan memakai bahan nonhalal.

“Ya ini sangat menyedihkan sekali karena sekian lama tidak ada ekspos kalau nonhalal. Kasihan umat muslim yang sudah sering makan di sana, pasti merasa sangat menyesal dan merasa tidak nyaman,” kata Gus Fahrur kepada wartawan, Rabu (28/5/2025).

Ia juga menilai pihak rumah makan telah membohongi konsumen karena tidak berterus terang menggunakan olahan nonhalal. Padahal, kata Gus Fahrur, ayam goreng Widuran sudah menjadi makanan khas Solo.

Gus Fahrur menilai pemilik atau pengelola Ayam Goreng Widuran Solo bisa dipidana karena telah merugikan konsumen. Dia meminta kasus ini diproses hukum agar kejadian serupa tidak terulang.

“Tindakan Itu sangat merugikan konsumen, dan bisa dituntut ke pengadilan karena melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam aturan itu disebutkan, pelaku usaha yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal dan tidak mencantumkannya dalam label bisa dijerat pidana lima tahun atau denda hingga Rp 2 miliar,” ujarnya.

“Saya berharap di proses hukum agar tidak terjadi lagi di kemudian hari,” imbuhnya.

Artikel ini sudah tayang di infoNews dengan judul dan

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi