Perjalanan karir pria 29 tahun ini cukup menarik perhatian. Berhenti jadi insinyur, pria muda ini beralih menjadi petani cabai yang sukses meraup untung Rp 193 juta setiap kali musim tanam.
Bekerja sebagai seorang insinyur merupakan suatu kehormatan dan kebanggaan tersendiri. Namun, tidak sedikit juga yang ingin berhenti karena berbagai faktor. Misalnya karena ketidakpuasan pekerjaan, tuntutan kerja yang berat, persaingan ketat, dan lain sebagainya.
Beberapa insinyur putuskan banting setir bekerja di bidang yang sesuai minat dan passion. Meskipun mungkin perbedaan ranah pekerjaanya cukup jauh, tetapi tidak sedikit yang berani ambil risiko. Mereka mencari tantangan baru sekaligus melihat peluang lebih menjanjikan.
Salah satu cerita unik tentang perubahan karir ini diungkap oleh pria Malaysia bernama Srinath.
Melansir unggahan WeirdKaya (24/05/2025), pria 29 tahun itu mengungkap dulu bekerja sebagai Software Engineer. Dalam sebulan ia berpenghasilan RM 5000 atau sekitar Rp 19,3 juta.
Dengan gelar Sarjana Teknologi Informasi dari Universiti Tenaga Nasional (UNITEN), Srinath tidak pernah membayangkan ia akan berakhir kerja di ladang pertanian.
Saat bekerja sebagai insinyur, pria ini mengaku memperoleh gaji lumayan. Namun, jauh di dalam lubuk hatinya, ia merasa ada sesuatu yang kurang.
“Ketika saya masih di dunia korporat, kegembiraan itu hilang ketika saya pergi ke kantor. Saya menyadari pola pikir saya tidak cocok dengan kehidupan korporat karena saya lebih suka mengelola bisnis,” jelasnya.
Masa karantina saat pandemi Covid-19 mengubah kehidupan Srinath. Pria itu memulainya dengan proyek fertigasi cabai kecil-kecilan di dekat rumah orang tuanya bersama kakak laki-lakinya. Proyek ini ia lakukan sebagai pekerjaan sampingan.
Bersama-sama, mereka menanam 400 polybag cabai. Mengejutkannya hasil tersebut menjanjikan.
Dengan dorongan ayahnya, pria ini mengambil langkah berani. Di usia ke 26, Srinath meninggalkan pekerjaannya untuk terjun ke dunia pertanian.
Sebenarnya pria ini tidak memiliki latar belakang apapun dalam bidang pertanian. Namun, hal tersebut tidak membuat Srinath putus semangat. Ia belajar segala hal sendiri. Saudaranya juga membantu mengajarkan tentang teori-teori pertanian. Ia juga menghadiri kursus gratis yang diselenggarakan oleh Departemen Pertanian Malaysia.
Bahkan, saking niatnya, Srinath sampai pergi ke Cameron Highland untuk belajar langsung dengan para petani berpengalaman.
Saat ini, Srinath telah menjadi petani cabai yang sukses. Ia menghasilkan sekitar RM50.000 atau Rp 193 juta ketika musim tanam tiba. Pendapatan tersebut meningkat 900% dari gajinya di perusahaan sebelumnya.
Bukan tanpa alasan pria ini memilih cabai untuk dipanen. Srinath melihat bagaimana orang Malaysia menyukai rasa pedas. Ia juga memerhatikan bahwa cabai memiliki masa panens panjang.
Meskipun penghasilannya meningkat drastis, tetapi pekerjaannya sebagai petani tidak selalu berjalan mulus.
Masa-masa awal Srinath menghabiskan RM30.000 (Rp 115,3 juta) untuk memanen cabai tetapi hasilnya hanya RM10.000 (Rp 38,2 juta). Srinath juga pernah mengalami kerugian selama perubahan iklim, seperti hujan yang mengganggu produksi tanaman.
Saat ini pertanian srinath memiliki hampir 40.000 polybag cabai. Hasil panennya dijual ke pasar-pasar di kawasan Teluk Intan dan juga ke pedagang grosir di Selayang, Selangor.
Selain menjadi seorang petani, pria muda itu juga kini menjadi seorang mentor. Ia menyelenggarakan pelatihan dan kursus tentang pertanian untuk klien korporat dan individu. Beberapa pemuda juga berlatih secara gratis di bawah bimbingannya.
“Saya memberi seorang pemuda lahan pertanian dan 1.000 polybag untuk dikelola dan saya mengajarinya secara langsung,” jelasnya.
Latar belakangnya di bidang teknologi juga membuat Srinath memiliki rencana cemerlang. Pria itu ingin menggabungkan IoT (Internet of Things) untuk membuat pertanian lebih cerdas dan efisien.
Srinath tidak menyesali sedikitpun dengan perubahan karirnya. Kesuksesannya tumbuh dari keberaniannya untuk mengikuti kata hati dan usahanya.