TikTok kini tak hanya menjadi tempat untuk menyalurkan konten kreatif, tapi juga tempat promosi hewan langka yang dikonsumsi jadi makanan. Begini kronologinya!
Perdagangan satwa liar ilegal kembali menjadi sorotan setelah otoritas Singapura menyita puluhan kilogram cula badak selundupan di Bandara Changi, Singapura baru-baru ini.
Kasus ini mengungkap besarnya jaringan perdagangan bagian tubuh satwa dilindungi lintas negara. Namun di luar jalur penyelundupan konvensional, praktik serupa kini juga marak terjadi secara terbuka di media sosial, khususnya TikTok. Kini ada modus penjualan daging dan bagian hewan langka untuk dikonsumsi sebagai makanan.
Dilansir dari Scientific American (25/12/2025), platform media sosial seperti TikTok kini menjadi sarana baru yang dimanfaatkan sejumlah oknum untuk memasarkan daging satwa liar, termasuk spesies hewan yang dilindungi.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Melalui video pendek, penjual kerap menampilkan proses memasak atau penyajian daging hewan eksotis sebagai kuliner unik atau pengalaman makan langka tanpa menyebutkan asal-usul maupun status konservasi hewan tersebut.
Konten semacam ini berpotensi mendorong permintaan pasar dan memperparah perburuan ilegal, karena disajikan dalam format hiburan yang mudah diakses dan cepat viral.
Studi terbaru ini melanjutkan temuan riset sebelumnya yang mengaitkan media sosial dengan perdagangan satwa liar. Sebagai contoh, sebuah studi pada 2023 menunjukkan bagaimana Facebook dimanfaatkan dalam perdagangan daging satwa liar (bushmeat) di Afrika Barat.
Kini, seiring meningkatnya popularitas TikTok di Afrika, tim peneliti internasional menemukan TikTok berperan dalam perdagangan satwa liar ilegal di Lomé, Togo.
Para peneliti menganalisis 80 video dari dua akun TikTok di Togo, dan menemukan adanya 27 spesies hewan langka terancam punah yang dijual di sana. Termasuk trenggiling yang terancam punah serta satu spesies antelop yang masuk kategori rentan.
Menurut Angie Elwin, Kepala Riset organisasi nirlaba World Animal Protection sekaligus salah satu penulis studi tersebut, akun-akun ini
digunakan untuk mengiklankan penjualan daging di pasar tradisional di Lomé, bukan untuk transaksi langsung melalui TikTok.
“Platform seperti TikTok pada dasarnya sudah berubah menjadi pasar virtual yang memungkinkan penjual mempromosikan daging satwa liar kepada audiens yang jauh lebih luas dibandingkan lapak pinggir jalan atau pasar kota tradisional. Hal ini mendatangkan konsumen baru ke pasar dan berpotensi meningkatkan skala permintaan serta aksesibilitasnya,” ujar Angie.
Sementara itu itu Menurut Dr. Anna Wong, Direktur Senior Perdagangan Satwa Liar NParks, perdagangan satwa liar ilegal mengancam kelangsungan hidup banyak spesies dan mempercepat hilangnya keanekaragaman hayati global.
“Perdagangan satwa liar ilegal mengancam kelangsungan hidup spesies yang terancam punah, mendorong kerusakan habitat, dan mempercepat hilangnya keanekaragaman hayati secara global,” ujarnya.
“Kami mengimbau masyarakat untuk tidak membeli bagian atau produk satwa liar di TikTok atau di manapun,” kata Wong. Tanpa kesadaran publik, terutama di era media sosial, penjualan daging hewan langka sebagai makanan berisiko terus berkembang dan semakin sulit dikendalikan.






