Berusia lebih dari 77 tahun, tempat makan legendaris di Jakarta Timur ini terkenal dengan menu ayam gorengnya yang selalu ramai diminati. Gimana ya rasanya?
Ayam Goreng Bu Haji Jatinegara merupakan salah satu kuliner legendaris yang bertahan lebih dari tujuh dekade di Jakarta Timur. Berdiri sejak 1948, usaha kuliner ini bermula dari makanan pikul di Pasar Mester sebelum akhirnya menempati lokasi permanen di Jalan Bekasi Timur 1, Jakarta Timur.
Perjalanan panjang tersebut membuat tempat makan ini dikenal sebagai salah satu ayam goreng bumbu kuning paling tua dan legendaris di Jakarta Timur sampai sekarang.
Dengan sejarah, teknik masak, dan loyalitas pelanggan yang kuat, Ayam Goreng Bu Haji terus menjadi destinasi kuliner yang tak pernah sepi pengunjung meski harus bersaing dengan restoran ayam goreng modern di Jakarta.
Berikut kisah menarik seputar perjalanan Ayam Goreng Bu Haji Jatinegara hingga cita rasa ayam goreng yang membuat tempat makan ini spesial.
1. Sejarah Ayam Goreng Bu Haji Jatinegara
Ayam Goreng Bu Haji Jatinegara merupakan salah satu kuliner tertua di Jakarta Timur, berdiri sejak 1948 di area Pasar Mester. Menurut Ibu Hindun, pemilik generasi ketiga, usaha makanan milik keluarganya ini dahulu belum menjual ayam goreng. Mereka hanya menjual makanan sederhana untuk lauk nasi seperti tahu dan tempe, nasi dan sambal, ikan bandeng sampai ikan sarden.
“Dulu jualannya di pasar dan masih dipikul, awalnya memang belum jualan ayam goreng. Karena di tahun 1950-an, kondisi ekonomi orang-orang masih susah, jadi makanan yang dijual oleh kakek dan nenek saya, ya makanan murah seperti lauk warung nasi,” ujar Ibu Hindun ke infoFood (05/12/2025).
Pada 1970-an, usaha ini diteruskan oleh ibunya, Hj. Nafsiah. Beliau memindahkan kedai ke lokasi permanen di Jalan Bekasi Timur 1, Jatinegara, tempat yang sampai kini masih ditempati Ayam Goreng Bu Haji. Mereka mulai menjual ayam goreng karena saat itu orang-orang lebih suka makan ayam goreng ketimbang ikan atau bandeng.
Sejak itulah, menu ayam goreng bumbu meresap, sambal kacang atau terasi, serta lauk rumahan menjadi andalan yang selalu ramai diminati.
“Dulunya kita pakai ayam kampung, tapi karena ayam kampung kadang susah dicari, jadi terkadang kita campur-campur pakai ayam pejantan juga,” kata Ibu Hindun.
2. Rahasia Kelezatan Ayam Goreng Ibu Haji
Menurut Ibu Hindun, kunci kelezatan ayam goreng mereka bukan berasal dari bumbu rahasia, melainkan dari proses masaknya. Tidak ada bumbu khusus yang membedakan ayam goreng ini dengan yang lain.
“Kita setiap ungkep ayam itu di dalam satu panci bisa langsung masukin 20 ekor ayam. Artinya bumbu ungkep yang kita pakai lebih banyak, begitu juga dengan rempah dan kaldu ayam yang keluar. Nah, resapan kaldu dari puluhan ekor ayam inilah yang membuat cita rasa ayamnya jadi enak dan gurih. Jadi bukan dari penyedap rasa, melainkan dari resapan bumbu yang royal dan kaldu ayamnya,” jelasnya.
Dalam sehari, Ayam Goreng Bu Haji mengolah sekitar 30-50 ekor ayam kampung atau pejantan, atau setara 200-500 potong ayam. Harga per potongnya Rp 22.000, sudah termasuk dua sambal.
3. Cita Rasa Ayam Goreng yang Konsisten
Karena menggunakan ayam pejantan dan ayam kampung, ukuran ayam goreng di sini terbilang sedang. Warna kuning kecokelatannya memikat selera. Saat disobek, daging ayamnya tampak putih kekuningan dan matang hingga ke tulang sehingga menghadrikan tekstur yang garing di bagian luar.
Sementara daging ayam bagian dalamnya cukup empuk dengan rasa gurih khas ayam kampung yang meresap berkat proses ungkep lama. Bahkan kulit ayamnya pun digoreng kering dan beraroma sedap. Sari bumbu yang tertahan di serat daging hingga ke bagian tulang jadi kelezatan utama mengapa ayam goreng ini selalu diburu.
Rasa ayam gorengnya semakin nikmat saat dicocol ke sambal merah merah dan sambal kacang yang diberi kecap manis. Perpaduan manis, pedas, dan gurih kacang memberi sensasi baru yang tak bisa ditemukan di restoran ayam goreng lain.
4. Pelanggan Setia Ayam Goreng Bu Haji
Ibu Hindun mengaku tidak tahu bahwa rumah makannya ini sering disebut sebagai tempat makan ayam goreng tertua di Jakarta. Namun memang mayoritas pelanggan setianya merupakan orang-orang yang telah lama mengenal cita rasa ayam goreng keluarganya. Mulai dari orang kaya lama atau Old Money, pegawai pemerintah, sampai selebriti seperti Cak Lontong jadi pelanggan setia di sini.
“Kebanyakan memang orang yang sudah sepuh yang makan di tempat kami, jarang anak muda yang makan di sini. Tapi justru itu jadi tantangan terbaru untuk kita mengenalkan ayam goreng ini ke generasi muda,” tuturnya. Ia menyebut bahwa racikan mereka bukan mengikuti satu daerah tertentu, melainkan resep keluarga.
“Jadi bukan spesifik ayam goreng Jakarta ya, melainkan ayam goreng resep keluarga,” ujarnya. Dua jenis sambal yang tersedia juga memiliki kisah tersendiri.
“Alasan ada sambal kacang juga karena saat itu ada pelanggan kami keturunan Tonghoa, dia minta sambal kacang buat makan sama ayam goreng. Kami turutin, eh banyak yang suka,” tambahnya.
Selain ayam goreng, Ayam Goreng Bu Haji Jatinegara menawarkan menu makanan lainnya yang tak kalah enak seperti paru goreng, empal, babat, gulai ati ampela, tahu-tempe goreng, sayur asem Betawi, acar kuning, dan sambal dadak dengan kisaran harga lauk dari Rp 15.000 saja.






2. Rahasia Kelezatan Ayam Goreng Ibu Haji
Menurut Ibu Hindun, kunci kelezatan ayam goreng mereka bukan berasal dari bumbu rahasia, melainkan dari proses masaknya. Tidak ada bumbu khusus yang membedakan ayam goreng ini dengan yang lain.
“Kita setiap ungkep ayam itu di dalam satu panci bisa langsung masukin 20 ekor ayam. Artinya bumbu ungkep yang kita pakai lebih banyak, begitu juga dengan rempah dan kaldu ayam yang keluar. Nah, resapan kaldu dari puluhan ekor ayam inilah yang membuat cita rasa ayamnya jadi enak dan gurih. Jadi bukan dari penyedap rasa, melainkan dari resapan bumbu yang royal dan kaldu ayamnya,” jelasnya.
Dalam sehari, Ayam Goreng Bu Haji mengolah sekitar 30-50 ekor ayam kampung atau pejantan, atau setara 200-500 potong ayam. Harga per potongnya Rp 22.000, sudah termasuk dua sambal.
3. Cita Rasa Ayam Goreng yang Konsisten
Karena menggunakan ayam pejantan dan ayam kampung, ukuran ayam goreng di sini terbilang sedang. Warna kuning kecokelatannya memikat selera. Saat disobek, daging ayamnya tampak putih kekuningan dan matang hingga ke tulang sehingga menghadrikan tekstur yang garing di bagian luar.
Sementara daging ayam bagian dalamnya cukup empuk dengan rasa gurih khas ayam kampung yang meresap berkat proses ungkep lama. Bahkan kulit ayamnya pun digoreng kering dan beraroma sedap. Sari bumbu yang tertahan di serat daging hingga ke bagian tulang jadi kelezatan utama mengapa ayam goreng ini selalu diburu.
Rasa ayam gorengnya semakin nikmat saat dicocol ke sambal merah merah dan sambal kacang yang diberi kecap manis. Perpaduan manis, pedas, dan gurih kacang memberi sensasi baru yang tak bisa ditemukan di restoran ayam goreng lain.


4. Pelanggan Setia Ayam Goreng Bu Haji
Ibu Hindun mengaku tidak tahu bahwa rumah makannya ini sering disebut sebagai tempat makan ayam goreng tertua di Jakarta. Namun memang mayoritas pelanggan setianya merupakan orang-orang yang telah lama mengenal cita rasa ayam goreng keluarganya. Mulai dari orang kaya lama atau Old Money, pegawai pemerintah, sampai selebriti seperti Cak Lontong jadi pelanggan setia di sini.
“Kebanyakan memang orang yang sudah sepuh yang makan di tempat kami, jarang anak muda yang makan di sini. Tapi justru itu jadi tantangan terbaru untuk kita mengenalkan ayam goreng ini ke generasi muda,” tuturnya. Ia menyebut bahwa racikan mereka bukan mengikuti satu daerah tertentu, melainkan resep keluarga.
“Jadi bukan spesifik ayam goreng Jakarta ya, melainkan ayam goreng resep keluarga,” ujarnya. Dua jenis sambal yang tersedia juga memiliki kisah tersendiri.
“Alasan ada sambal kacang juga karena saat itu ada pelanggan kami keturunan Tonghoa, dia minta sambal kacang buat makan sama ayam goreng. Kami turutin, eh banyak yang suka,” tambahnya.
Selain ayam goreng, Ayam Goreng Bu Haji Jatinegara menawarkan menu makanan lainnya yang tak kalah enak seperti paru goreng, empal, babat, gulai ati ampela, tahu-tempe goreng, sayur asem Betawi, acar kuning, dan sambal dadak dengan kisaran harga lauk dari Rp 15.000 saja.






