BPJPH dan BPOM Ungkap 9 Produk Pangan Olahan Mengandung Unsur Babi, Ada yang Bersertifikat Halal

Posted on

BPJPH dan BPOM mengungkap ada 9 produk pangan olahan yang mengandung unsur babi (porcine). Temuan ini mengejutkan karena terdapat pada 7 produk yang bersertifikat halal.

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan 9 produk pangan olahan yang mengandung unsur babi (porcine) berdasarkan uji laboratorium DNA dan peptida spesifik.

Mengutip Antara via infoNews (21/4/2025), produk pangan olahan itu meliputi 7 produk bersertifikat halal dan 2 yang tidak mengantongi sertifikat halal. Kebanyakan berupa marshmallow dari Filipina dan China.

Lantas, apa itu porcine? Nature menjelaskan, porcine adalah istilah ilmiah yang mengacu pada segala sesuatu yang berasal dari babi (Sus scrofa), baik jaringan, sel, maupun unsur genetiknya.

Dalam dunia biomedis, porcine banyak dimanfaatkan sebagai model hewan uji karena kemiripannya dengan manusia, terutama dalam riset pengembangan organ dan transplantasi lintas spesies (xenotransplantation).

Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan oleh para peneliti internasional mengungkap porcine digunakan untuk memahami proses pembentukan otot (myogenesis) dan menciptakan embrio babi yang sengaja dihilangkan kemampuan genetiknya untuk membentuk otot rangka. Embrio ini disebut sebagai porcine skeletal muscle-null embryos, dan berperan penting dalam pengembangan organ manusia dalam tubuh babi, terutama untuk kebutuhan medis.

Namun pada pangan, metode deteksi unsur babi (porcine detection) menjadi salah satu instrumen penting dalam proses sertifikasi halal. Metode ini bertujuan memastikan suatu produk, baik makanan, kosmetik, maupun obat-obatan, bebas dari kontaminasi bahan turunan babi seperti lemak, minyak, atau gelatin.

Melansir Genetika Science, porcine detection dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya kandungan atau cemaran bahan non-halal dari babi dalam suatu produk. Ini menjadi krusial, mengingat kontaminasi sekecil apa pun bisa menggugurkan status kehalalan produk tersebut.

Pengujian ini banyak diterapkan di industri makanan, di mana risiko pemalsuan atau pencampuran bahan berbasis babi cukup sering ditemukan. Selain itu, industri kosmetik dan produk kecantikan juga mulai mengandalkan metode ini sebagai bagian dari proses pengajuan sertifikasi halal.

Salah satu metode porcine detection yang paling umum digunakan adalah Real Time PCR (qPCR). Teknologi ini bekerja dengan memperbanyak DNA target menggunakan enzim, sehingga jejak DNA babi dalam suatu produk dapat terdeteksi bahkan dalam jumlah yang sangat kecil.

Seiring dengan peningkatan pengawasan oleh BPJPH dan BPOM terhadap klaim kehalalan produk, porcine detection menjadi bukti ilmiah yang sangat penting. Produk yang dinyatakan halal perlu melalui pengujian laboratorium menyeluruh agar bebas dari risiko kontaminasi bahan haram.

Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan menegaskan, sertifikat halal bukan sekadar formalitas administratif, melainkan bentuk komitmen hukum yang wajib ditaati. Produk bersertifikat halal yang terdeteksi mengandung unsur porcine, tegas ia, langsung dikenai sanksi penarikan dari peredaran.

Haikal juga menambahkan, produk-produk yang mengandung unsur tidak halal wajib diberi keterangan tidak halal. Ia meminta masyarakat untuk tidak salah paham ataupun memelintir bahwa semua produk harus halal.

“Mohon jangan dipelintir bahwa semuanya harus halal. Kalau ada produk yang tidak halal atau mengandung unsur babi, silahkan diedarkan dan diperjual-belikan. Produk yang mengandung alkohol, silahkan diedarkan dan diperjual-belikan,” ujar sosok yang kerap dikenal dengan sapaan Babe Haikal.

“Hanya saja, kejujuran harus diterapkan, tuliskan mengandung unsur babi, tuliskan mengandung alkohol sekian persen, demi untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,” lanjutnya menutup.

Artikel ini sudah tayang di CNBC Indonesia dengan judul