Sebuah simulasi baru-baru ini menunjukkan bagaimana tubuh manusia bereaksi ketika tidak mengonsumsi makanan selama 24 jam. Begini penjelasannya!
Fasting atau berpuasa sudah menjadi tren yang populer sejak dulu. Tak hanya berkaitan dengan agama saja, tapi juga pada tren pola makan, terutama di media sosial di mana puasa dianggap sebagai metode penurunan berat badan.
Meski banyak yang mengklaim manfaat sehat dari praktik ini, tapi para ahli menegaskan puasa bukanlah metode yang bebas risiko dan perlu dipertimbangkan dengan hati-hati.
Dilansir dari Ladbible (03/10/2025), situs kesehatan Healthline menyatakan puasa selalu berdampak secara medis dan tidak boleh dianggap sepele. Imbauan serupa juga disampaikan dalam penjelasan kanal YouTube Elevatemindhq. Pengunggahnya menunjukkan simulasi yang dialami tubuh jika tidak mengonsumsi makanan apapun selama 24 jam.
Mereka menekankan pentingnya berkonsultasi dengan profesional medis sebelum melakukan perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan pola makan.
Dalam 4 jam pertama puasa, proses pencernaan pada tubuh mulai melambat dan kadar insulin menurun. Tubuh kemudian mulai membakar glukosa yang tersimpan sebagai sumber energi.
Pada 12 jam tanpa makanan, tubuh mulai memasuki kondisi ketosis, yaitu membakar lemak sebagai bahan bakar. Pada fase ini, rasa lapar mungkin berkurang, tetapi kelelahan bisa muncul apalagi bagi yang memiliki aktivitas tinggi.
Memasuki jam ke-16 tanpa makan, tubuh mulai memasuki fase autophagy, yaitu proses alami yang mirip dengan detoks alami. Pada tahap ini, tubuh mendaur ulang sel-sel yang rusak dan membuang limbah atau bagian sel yang tidak lagi berfungsi, termasuk bakteri.
Namun, menurut Cleveland Clinic, manfaat autophagy terhadap pencegahan atau pengobatan penyakit belum sepenuhnya jelas. Masih diperlukan lebih banyak penelitian untuk memastikan apakah proses ini benar-benar efektif sebagai strategi kesehatan.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
Saat tubuh sudah tidak makan selama 18 jam, level hormon pertumbuhan dalam tubuh dilaporkan dapat meningkat hingga 300%. Ini membantu mempercepat pembakaran lemak sambil menjaga massa otot tetap utuh.
Ketika memasuki jam ke-20, sensitivitas insulin meningkat pesat, membuat tubuh lebih efisien dalam memproses nutrisi saat kita mulai makan lagi.
Setelah 24 jam berpuasa, tubuh menjalani perbaikan sel dan mengganti sel-sel lama dengan yang baru dan lebih efisien. Sel-sel baru ini berperan penting pada tubuh karena dapat memperkuat sistem imun. Pada tahap ini tubuh sudah sepenuhnya membakar lemak, peradangan cenderung menurun, dan sensitivitas insulin tetap meningkat.
Meskipun demikian, para ahli terus menegaskan kalau puasa 24 jam bukanlah cara instan untuk hidup sehat dan harus dilakukan dengan pengawasan medis.






