Muslim Perlu Tahu! Ini Beda Halal, Haram, Makruh, dan Syubhat

Posted on

Tak semua makanan bisa digolongkan halal atau haram saja. Ada juga fatwa makruh dan syubhat yang tetap harus diperhatikan Muslim agar tak keliru. Ini penjelasannya.

Bagi umat Muslim, memastikan makanan yang dikonsumsi halal dianggap paling penting. Namun kenyataannya, masih banyak hal terkait kehalalan makanan yang luput dari perhatian padahal fungsinya tak kalah penting.

Contohnya, tak hanya kehalalan bahan makanan yang harus diperhatikan, tetapi juga cara memperoleh, proses mengolah, dan menyajikannya perlu benar-benar sesuai dengan syariat Islam. Ketika aspek-aspek tersebut diabaikan, bisa jadi terdapat unsur yang meragukan atau bahkan haram di dalamnya.

Di sinilah pentingnya memahami kategori hukum kehalalan, bukan hanya boleh atau tidak boleh, melainkan juga terdapat tingkat keraguan yang harus diwaspadai. Muslim juga perlu mengenali perbedaan halal, haram, makruh, dan syubhat.

Dari sudut pandang fiqih Islam, istilah halal merujuk kepada makanan atau minuman yang diperbolehkan secara syariat. Artinya tidak terdapat larangan dari Al-Qur’an maupun Hadits, serta dipenuhi syarat-syarat terkait sumber, cara penyembelihan (untuk hewan), dan bahan tambahan.

Dalam praktiknya, makanan halal harus bebas dari unsur haram seperti babi, darah, binatang yang disembelih tanpa menyebut nama Allah, atau zat-zat yang memabukkan. Selain itu, proses pengolahan dan pengemasan juga penting.

Jika terjadi pencampuran dengan bahan haram atau peralatan yang terkontaminasi, maka status halal bisa terganggu. Makanan halal juga membawa keberkahan dalam kehidupan sehari-hari dan mendukung integritas keimanan seseorang.

Pada posisi yang berlawanan, haram adalah makanan atau minuman yang dilarang secara tegas dalam syariat Islam. Artinya ada dalil (Qur’an atau Hadits) yang langsung mengharamkannya.

Contoh paling dikenal daging babi dan segala turunannya, darah yang mengalir, bangkai, dan binatang buas yang bertaring. Tak hanya bahan, tetapi juga prosesnya bisa menjadikan sesuatu haram.

Misalnya hewan yang disembelih tanpa menyebut nama Allah (dzabihah) atau binatang yang mati karena sebab selain disembelih. Dari sisi hikmah, larangan terhadap makanan haram tidak sekadar formalitas. Namun terdapat aspek kesehatan, kebersihan, etika perlakuan terhadap makhluk hidup, dan keberkahan rezeki yang didapat.

Selanjutnya, ada kategori makruh. Makruh berarti dibenci atau tidak disukai. Namun tidak sampai haram.

Artinya: mengonsumsi makanan atau melakukan tindakan yang makruh tidak berdosa secara langsung, tetapi meninggalkannya mendapat pahala. Contoh dalam ranah makanan, dalam beberapa mazhab, seperti konsumsi udang atau kerang bisa tergolong makruh karena diperdebatkan statusnya.

Makruh juga berkaitan dengan cara penyajian yang mengandung unsur mubazir atau berlebihan. Menghindari makruh adalah bentuk wara’ (kehati-hatian) yang dianjurkan dalam Islam.

Terakhir, kategori yang sering luput dari pemahaman umum yaitu syubhat. Syubhat merujuk pada perkara yang belum jelas statusnya apakah halal atau haram. Dengan kata lain, masih ada keraguan atau tidak cukup bukti untuk menentukan secara pasti.

Misalnya makanan yang dibuat oleh pihak non-muslim tanpa kejelasan proses penyembelihan, atau produk olahan dengan bahan asing yang belum dikonfirmasi kehalalannya. Dalam hadits disebutkan:

“Sesungguhnya yang halal itu jelas, demikian pula yang haram, dan antara keduanya terdapat perkara-perkara syubhat yang tidak banyak orang mengetahuinya. Barang siapa menjaga diri dari syubhat maka ia telah membersihkan agamanya dan kehormatannya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)

Wallahualam bissawab.

Berikut ini perbedaannya yang dilansir dari LPPOM MUI:

1. Halal

2. Haram

3. Makruh

4. Syubhat

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi

Selanjutnya, ada kategori makruh. Makruh berarti dibenci atau tidak disukai. Namun tidak sampai haram.

Artinya: mengonsumsi makanan atau melakukan tindakan yang makruh tidak berdosa secara langsung, tetapi meninggalkannya mendapat pahala. Contoh dalam ranah makanan, dalam beberapa mazhab, seperti konsumsi udang atau kerang bisa tergolong makruh karena diperdebatkan statusnya.

Makruh juga berkaitan dengan cara penyajian yang mengandung unsur mubazir atau berlebihan. Menghindari makruh adalah bentuk wara’ (kehati-hatian) yang dianjurkan dalam Islam.

Terakhir, kategori yang sering luput dari pemahaman umum yaitu syubhat. Syubhat merujuk pada perkara yang belum jelas statusnya apakah halal atau haram. Dengan kata lain, masih ada keraguan atau tidak cukup bukti untuk menentukan secara pasti.

Misalnya makanan yang dibuat oleh pihak non-muslim tanpa kejelasan proses penyembelihan, atau produk olahan dengan bahan asing yang belum dikonfirmasi kehalalannya. Dalam hadits disebutkan:

“Sesungguhnya yang halal itu jelas, demikian pula yang haram, dan antara keduanya terdapat perkara-perkara syubhat yang tidak banyak orang mengetahuinya. Barang siapa menjaga diri dari syubhat maka ia telah membersihkan agamanya dan kehormatannya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)

Wallahualam bissawab.

3. Makruh

4. Syubhat

Gambar ilustrasi