Jalani gaya hidup super hemat atau frugal living, pria asal Jepang ini tak pernah makan di restoran dan selalu bawa bekal dari rumah. Begini kisahnya.
Seorang pria asal Jepang berusia 67 tahun yang dikenal dengan nama samaran Suzuki menjadi perbincangan publik setelah kisah hidup hematnya diberitakan oleh media keuangan THE GOLD ONLINE.
Dialnsir dari South China Morning Post (02/10/2025), Suzuki dikenal menjalani kehidupan dengan konsep ‘frugal living’ atau gaya hidup super hemat demi menabung. Sejak dulu Suzuki tidak pernah menggunakan pendingin ruangan agar tagihan listrik tidak mahal.
Ia juga tidak pernah membeli rumah maupun mobil, hingga menghindari makan di restoran karena agar pengeluarannya tidak boros. Meski berhasil mengumpulkan uang sampai jutaan yen, kini ia mengaku menyesal setelah kehilangan istrinya.
Lahir dari keluarga miskin, Suzuki sudah bekerja paruh waktu di restoran sejak duduk di bangku sekolah menengah. Setelah memiliki pekerjaan penuh waktu, ia memilih menyewa apartemen murah yang jauh dari kantornya. Setiap hari ia membawa bekal sederhana berisi tauge dan ayam, dimasak sendiri untuk menekan pengeluaran.
“Uang yang saya kumpulkan ini adalah jaminan untuk keadaan darurat dan masa tua saya,” ujarnya, menjelaskan alasan mengapa ia begitu ketat mengatur keuangan.
Selama bertahun-tahun, Suzuki jarang menyalakan pendingin ruangan demi menghemat listrik. Untuk bepergian, ia lebih memilih berjalan kaki atau naik sepeda. Hidangan di restoran sama sekali tidak pernah ia sentuh dan jarang sekali dia beli makanan di luar.
Setelah menikah dengan rekan kerjanya, kehidupan keluarga mereka juga tetap sederhana. Usai memiliki seorang anak, Suzuki mengakui kebiasaannya berhemat sedikit berkurang, tetapi gaya hidupnya tetap minim pengeluaran. Rekreasi keluarga biasanya sekadar piknik di taman sekitar, dan bila bepergian ke tempat lain, ia selalu memilih jalur paling murah.
Berkat gaya hidupnya yang hemat dan disiplin tersebut, Suzuki berhasil menabung hingga 35 juta yen atau sekitar Rp 4 miliar. Setelah pensiun pada usia 60 tahun, ia menarik sebagian dana pensiunnya untuk berinvestasi dan kini tercatat memiliki aset senilai 65 juta yen atau sekitar Rp 7,4 miliar.
Namun kebahagiaan itu berubah menjadi penyesalan setelah sang istri didiagnosa sakit parah dan meninggal pada usia 66 tahun.
“Saya menyesal dan kini berharap bahwa dulu saya bisa sering mengajak istri berlibur dan makan di restoran. Tapi waktu tidak bisa diputar kembali. Apa artinya hidup bila hanya menyisakan uang?” kata Suzuki.
Kisahnya mencerminkan dilema hidup hemat yang dijalani sebagian masyarakat Jepang. Tahun lalu, seorang pria asal Jepang berusia 45 tahun juga menarik perhatian publik setelah hidup sederhana lebih dari 20 tahun. Ia berhasil mengumpulkan tabungan 135 juta yen (Rp 15,3 miliar).
Namun demi mencapai angka tersebut, makan malamnya sering kali hanya terdiri atas nasi dengan umeboshi (buah plum asin), sayuran asin, atau sekadar minuman energi gratis dari poin toko swalayan.