Kopi punya sejarah panjang dan menarik. Peredarannya sempat dibatasi di 5 wilayah ini karena disebut sebagai minuman setan hingga pemberi stimulus buruk.
Larangan minuman beralkohol di Amerika pada abad ke-19 dikenal luas sebagai salah satu kebijakan paling kontroversial dalam sejarah. Namun, bukan hanya minuman keras yang pernah menjadi sasaran. Ternyata kopi juga pernah beberapa kali dianggap berbahaya hingga dilarang di sejumlah tempat.
Alasannya beragam, mulai dari politik, agama, hingga kesehatan. Meski semua larangan itu tidak pernah bertahan lama, kisahnya tetap menarik untuk dikenang.
Dilansir dari Rocco Espresso (18/09/2025), berikut lima peristiwa bersejarah ketika kopi pernah diasingkan dari meja masyarakat.
1. Mekah
Menjelang akhir abad ke-15, kopi mulai populer di kota Mekah dan melahirkan kafe pertama yang disebut kaveh kanes. Tempat ini menjadi ruang berkumpul untuk minum kopi, berdiskusi, hingga menikmati hiburan. Namun pada 1511, seorang gubernur bernama Khair Beg khawatir atas dampak kopi dan akhirnya melarang kopi.
Ia meyakini kopi mendorong pemikiran radikal dan bisa memicu perlawanan. Bahkan minuman ini disamakan dengan anggur (wine) karena dianggap mampu menstimulasi tubuh. Beberapa kelompok sufi juga menggunakan kopi untuk tetap terjaga saat berdoa di pemakaman.
Untungnya, larangan itu tidak bertahan lama. Sultan Kairo yang lebih berkuasa segera membatalkan keputusan tersebut, sehingga masyarakat bisa kembali menikmati minuman yang kini mendunia itu.
2. Italia
Ketika kopi tiba di benua Eropa pada abad ke-16, para ahli agama di Italia mulai menentangnya. Minuman ini dicap sebagai minuman yang diracik oleh setan karena dianggap dapat berdampak buruk pada masyarakat. Minuman kopi kemudian dilarang dikonsumsi di sana. Namun segalanya berubah setelah Paus Klemens VIII mencicipinya.
Alih-alih menolak, ia justru memuji rasa kopi yang nikmat dan bahkan menyatakan minuman ini layak untuk disucikan. Restu sang Paus membuat kopi tidak hanya diterima, tetapi juga berkembang pesat. Kedai kopi mulai bermunculan di berbagai kota di Eropa.
Minuman ini menjadi bagian penting dari kehidupan sosial, bahkan popularitasnya tak perlu diragukan lagi sampai sekarang di Italia.
3. Konstantinopel
Pada abad ke-17, Sultan Murad IV naik takhta di Kesultanan Ottoman dengan tekad menghapus korupsi yang terjadi di Konstantinopel atau yang kini dikenal sebagai kota Istanbul. Salah satu kebijakannya adalah melarang kopi. Menurutnya, masjid sepi karena masyarakat lebih suka berkumpul di kedai kopi.
Larangan ini tidak main-main. Bagi orang-orang yang melanggar, hukumannya adalah dipukul. Namun, pelanggaran kedua berakhir tragis. Mereka yang melanggar akan dijahit ke dalam karung kulit dan dilemparkan ke Selat Bosporus.
Kebijakan keras ini mencerminkan betapa besar pengaruh kopi dalam kehidupan sosial pada masa itu. Meski penuh ancaman, kecintaan masyarakat terhadap kopi tetap sulit dipadamkan, dan akhirnya minuman ini tetap bertahan dalam budaya Ottoman hingga sekarang.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
4. Swedia
Pada abad ke-18, pemerintah Swedia melarang kopi sekaligus seluruh peralatan yang berkaitan dengannya. Cangkir dan piring yang dicurigai digunakan untuk kopi bisa disita aparat. Raja Gustav III bahkan menganggap kopi berbahaya bagi kesehatan.
Untuk membuktikannya, ia melakukan eksperimen dengan tahanan hukuman mati, memaksa mereka minum kopi dalam jumlah besar demi melihat efek mematikan. Namun, percobaan itu gagal karena para narapidana hidup lebih lama dari dokter yang mengawasi.
Meski larangan diperbarui berkali-kali hingga 1820-an, masyarakat Swedia tetap setia dengan kopi. Kini negara tersebut justru dikenal sebagai salah satu negara dengan konsumsi kopi tertinggi di dunia.
5. Prusia
Prusia pada awalnya adalah wilayah di pantai utara Polandia di sekitar Laut Baltik dan kemudian berkembang menjadi negara Jerman yang berpusat di Eropa Utara, dengan ibu kota di Berlin.
Pada abad ke-18, Raja Frederick Agung dari Prusia Merasa prihatin dengan popularitas kopi yang dianggap mengganggu budaya minum bir rakyatnya. Ia bahkan mengeluarkan pengumuman yang menegaskan keunggulan bir dibanding kopi. Namun karena sulit menghentikan tren, Frederick menerapkan monopoli kerajaan atas proses pemanggangan kopi.
Hanya kalangan elite yang memiliki izin resmi untuk memanggang biji kopi , sementara masyarakat biasa dilarang. Untuk menegakkan aturan, tentara ditugaskan mengawasi dan mencari kopi yang dipanggang secara ilegal.
Kebijakan itu tentu memicu kemarahan rakyat. Meski demikian, tekanan ini gagal menghentikan laju popularitas kopi yang akhirnya tetap menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Eropa, termasuk di Prusia sendiri.
4. Swedia
Pada abad ke-18, pemerintah Swedia melarang kopi sekaligus seluruh peralatan yang berkaitan dengannya. Cangkir dan piring yang dicurigai digunakan untuk kopi bisa disita aparat. Raja Gustav III bahkan menganggap kopi berbahaya bagi kesehatan.
Untuk membuktikannya, ia melakukan eksperimen dengan tahanan hukuman mati, memaksa mereka minum kopi dalam jumlah besar demi melihat efek mematikan. Namun, percobaan itu gagal karena para narapidana hidup lebih lama dari dokter yang mengawasi.
Meski larangan diperbarui berkali-kali hingga 1820-an, masyarakat Swedia tetap setia dengan kopi. Kini negara tersebut justru dikenal sebagai salah satu negara dengan konsumsi kopi tertinggi di dunia.
5. Prusia
Prusia pada awalnya adalah wilayah di pantai utara Polandia di sekitar Laut Baltik dan kemudian berkembang menjadi negara Jerman yang berpusat di Eropa Utara, dengan ibu kota di Berlin.
Pada abad ke-18, Raja Frederick Agung dari Prusia Merasa prihatin dengan popularitas kopi yang dianggap mengganggu budaya minum bir rakyatnya. Ia bahkan mengeluarkan pengumuman yang menegaskan keunggulan bir dibanding kopi. Namun karena sulit menghentikan tren, Frederick menerapkan monopoli kerajaan atas proses pemanggangan kopi.
Hanya kalangan elite yang memiliki izin resmi untuk memanggang biji kopi , sementara masyarakat biasa dilarang. Untuk menegakkan aturan, tentara ditugaskan mengawasi dan mencari kopi yang dipanggang secara ilegal.
Kebijakan itu tentu memicu kemarahan rakyat. Meski demikian, tekanan ini gagal menghentikan laju popularitas kopi yang akhirnya tetap menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Eropa, termasuk di Prusia sendiri.