Dua orang pemilik gerai nasi Padang di Singapura bercerita seputar bisnisnya. Mulai dari kesehariannya, masakan yang ditawarkan, sampai kesulitan yang mereka hadapi.
Bukan hal mudah menjalani sebuah bisnis kuliner. Beberapa faktor bisa membuat bisnis ini berjalan kurang lancar. Mulai dari persaingan ketat, manajemen buruk, atau masalah operasional serta bahan baku.
Belakangan ini tidak sedikit pemilik bisnis kuliner jenuh, termasuk pemilik bisnis kuliner di Singapura. Mereka mengaku sulit bertahan hidup apalagi harus bersaing dengan gerai-gerai populer.
Pemilik gerai nasi Padang N&N Nasi Padang Corner di Sembawang Road, Singapura termasuk yang menghadapi tantangan tersendiri dalam mengelola bisnis ini.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Leelavathi Sinnathurai dan Nabilah Bevi Maudu awalnya mendapat kabar kalau ada tempat kosong di kawasan tersebut. Akhirnya mereka mencoba mengoperasikan bisnis ini. Nash bertanggung jawab memasak sedangkan Nancy menjadi kasir serta menangani operasional harian dan mengobrol santai dengan pelanggan, lapor stomp.sg (09/06/2025).
Nash belajar masak dari ibu dan sahabatnya yang sudah mengelola restoran nasi Padang selama 30 tahun. Setelah bertahun-tahun membantu di dapur, akhirnya Nash merintis usahanya sendiri.
“Bahkan sekarang saya tidak pernah bosan memasak. Itu adalah kegemaran saya. Saya bisa memasak di tempat kerja, lalu pulang ke rumah dan tetap memasak untuk keluarga saya,” jelasnya.
Mirip seperti gerai nasi Padang di Indonesia, di sini mereka juga menawarkan berbagai lauk andalan.
Nancy dan Nash menawarkan beragam masakan kampung tradisional. Menu-menu tersebut juga mendapat respon baik dari pelanggan. Menurut pelanggan masakannya seperti masakan rumahan buatan ibu atau nenek mereka.
Salah satu lauk favorit Nash untuk dimasak adalah rendang sapi. Menurutnya rendang ini dimasak dengan api kecil sampai empuk, lalu disajikan dengan cabai rawit di atasnya.
Ayam dimasak bumbu merah juga dikenal jadi favorit banyak orang. Bisa dimakan dengan nasi lemak yang piringnya dibanderol seharga $4 atau sekitar Rp 50.000.
“Kami bahkan membagikan kerupuk dan buah-buahan gratis. Kami potong dan biarkan saja di sana agar orang-orang dapat mengambilnya sendiri,” ujar nancy.
Meski tidak sedikit yang suka dengan nasi Padang ini, tetapi banyak juga yang kurang setuju dengan harganya.
Beberapa pelanggan disebut enggan membayar $7 (Rp 88.535) hingga $9 (Rp 113.822) untuk nasi Padang. Namun, keduanya sudah terbiasa dengan penolakan-penolakan tersebut.
Semua makanan di sini juga dimasak segar setiap hari. Jika ada yang tersisa, maka akan dibuang. Makanan ini tidak disimpan lalu disajikan lagi.
Setiap Jumat, mereka menyiapkan pengiriman makanan untuk beberapa masjid di seluruh Singapura, termasuk di Marsiling, Keppel, dan Jurong.
Terkait tantangan, Nancy dan Nash mengaku biaya sewanya sangat mahal. Per bulan bisa memanage nominal $6.000 (Rp 75,8 juta) sampai $8.000 (Rp 101 juta).
Akibat hal tersebut mereka sedang mencari cara untuk membuka tempat makan malam dengan camilan lezat.
Nash berencana membuat lebih banyak hidangan. Saat ini mereka masih menjaga menu-menu dan harga serta proyek utama.
Namun saat ini Nancy dan Nash masih menjaga semuanya serba sederhana.
“Kami melakukannya karena kami menyukainya – dan karena saat seseorang mengatakan makanan ini mengingatkan mereka pada rumah, itulah perasaan terbaik,” ujarnya.